Pages

Selasa, 11 Januari 2011

Tol Tengah Surabaya, Solusi atau Masalah Baru?


Polemik tol tengah Surabaya memang masih merupakan berita hangat di Surabaya. Meskipun saya yakin ada juga kalangan yang merasa bosan dengan topik tersebut. Tapi saya mengangkat topik ini dengan tujuan untuk berbagi uneg – uneg dan juga untuk menunaikan kewajiban saya sebagai seorang mahasiswa yang mengambil mata kuliah Manajemen Kota. Saya berusaha memberikan pandangan dan pendapat sesuai dengan kapasitas saya sebagai akademisi, juga sebagai seseorang yang berdomisili di Surabaya. Semoga bisa memberikan pengetahuan ataupun referensi bagi saudara – saudara sekalian.

Pertama – tama, mari saya berikan sedikit gambaran mengenai Tol Tengah Surabaya ini. Tol Tengah Surabaya (TTS) rencananya akan dibangun mulai dari Bundaran Waru hingga Moro Krembangan, melintasi tengah kota Surabaya. Kabarnya investor telah menyiapkan dana sebesar 9 Triliun untuk merealisasikan proyek tersebut. Tetapi dalam pembangunan TTS ini, ada beberapa pihak yang pro dan kontra dengan berbagai alasan masing – masing. Beberapa pihak yang pro (DPRD Surabaya yang dimotori oleh Wisnu Wardhana) menegaskan bahwa pembangunan TTS ini sudah sesuai dengan Perda No. 3 Tahun 2007 yang sudah disetujui oleh Provinsi dan Pemerintah Pusat, jadi harus segera direalisasikan. Selain itu, sebagian dari mereka (Tim Ahli Kamar Dagang dan Industri Jatim) berpendapat bahwa pembangunan TTS ini bisa mengurangi kemacetan di beberapa ruas jalan Surabaya yang menjadi sentra bisnis, sehingga nantinya TTS bisa menunjang kemajuan perekonomian. Tetapi pihak – pihak yang kontra akan pembangunan TTS menyanggah alasan – alasan di atas tadi. Misalnya saja Prof. John Silas menegaskan bahwa Perda No. 3 tahun 2007 tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah ini sudah batal, sehingga pembangunan TTS ini sudah tidak mempunyai landasan hukum. Para akademisi juga menegaskan bahwa pembangunan TTS akan berdampak pada kerusakan Ekologi dan juga penurunan aktivitas ekonomi masyarakat sekitar. Selain itu pihak investor juga tidak menyerahkan laporan Analisis Dampak Lingkungan beserta kejelasan lokasi – lokasi jaringan PLN dan PDAM yang notabene menyangkut hajat hidup orang banyak. Karena itulah pihak BAPPEKO Surabaya belum memberikan lampu hijau bagi pembangunan TTS tersebut. Bu Risma selaku Walikota juga menyebutkan bahwa penanggulangan kemacetan di Surabaya ini bukan melalui pembangunan TTS, tetapi dengan pemaksimalan angkutan umum.

 Gambar Rencana Tol Tengah Surabaya

Berdasarkan opini – opini di atas, saya mencoba untuk ikut nimbrung mengenai pembangunan TTS. Secara konsepsional, pembangunan TTS ini bertolak belakang dengan Revitalisasi angkutan umum. Dengan adanya TTS, masyarakat hanya akan terpacu untuk lebih menggunakan kendaraan pribadi daripada menggunakan transportasi publik. Berbagai riset sudah pernah dilakukan, jika kedua konsep tersebut sama – sama difasilitasi maka yang terjadi bukanlah optimalisasi sistem transportasi, melainkan hanya akan kembali ke awal permasalahan yaitu kemacetan.

Sebenarnya, pembangunan Tol Tengah ini bukan merupakan sesuatu yang baru, hanya sebuah konsep lama yang dipublikasikan baru – baru ini. Konsep pembangunan Tol Tengah ini hanya terpaku pada car mobility dan bukannya accessibility mobility atau yang lebih dikenal dengan human mobility. Perbedaan kedua konsep tersebut terletak pada cara pandang pengguna konsep, pada konsep car mobility, mereka hanya menekankan pada bagaimana cara agar suatu kendaraan bisa melaju secara cepat dan tanpa hambatan. Tentu saja hal ini semakin memacu masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadinya. Sedangkan pada accessibility mobility atau human mobility, yang menjadi perhatian utama adalah pergerakan manusia, dengan kata lain kemudahan dan kelancaran seseorang dalam mencapai tempat tujuan dengan berbagai macam jenis angkutan dengan waktu tempuh tertentu.

Berdasarkan konsep yang terakhir ini, saya berpendapat dalam hal mengurangi kemacetan dalam sebuah kota, hal yang paling diutamakan adalah bagaimana caranya agar manusia tersebut bisa dengan mudah mencapai tujuan menggunakan berbagai prasarana dan sarana transportasi, bukannya membangun tol tengah yang akan memacu masyarakat menggunakan kendaraan pribadi mereka. Malahan seharusnya, penggunaan kendaraan pribadi di kota besar seperti Surabaya ini dibatasi. Atau minimal, harus dikenakan beban ongkos yang tinggi melalui pajak khusus, parkir, atapun stiker dan semacamnya.

Sebagai solusi yang terpikirkan untuk pergerakan manusia ini, pemerintah harus mulai berkutat pada pengadaan angkutan umum perkotaan yang memadai, dalam arti nyaman, aman, dan handal. Kita berkaca saja pada Singapura dengan penerapan Electronic Road Pricing – nya, ataupun London dengan Congestion Charging. Dalam penerapan konsep tersebut, baik Singapura maupun London memberikan dampak positif terhadap mobilisasi manusia di sana. Jadi pada intinya, penambahan jalan baru yang dalam kasus ini pembangunan Tol Tengah Surabaya, bukan merupakan solusi dalam mengurangi kemacetan yang ada di Surabaya. Malahan nantinya TTS ini nanti akan memicu terjadinya lokasi kemacetan yang baru. Masyarakat Surabaya yang sekarang ini lebih membutuhkan angkutan umum yang bisa memfasilitasi mobilitas mereka.

Demikian sedikit wacana dan pendapat saya mengenai Tol Tengah Surabaya. Untuk kedepannya, saya mengharapkan Surabaya bisa menjadi kota metropolitan yang bebas dari kemacetan dan lebih ramah lingkungan. Sehingga ada kebanggaan dan kenyamanan tersendiri bagi masyarakat Surabaya, bahkan bagi Indonesia. Kritik dan saran masih saya tunggu demi kebaikan kita semua. Terima Kasih

4 komentar:

Anonim mengatakan...

semoga keputusan yang diambil merupakan keputusan terbaik bagi semua pihak, bukan hanya menguntungkan kelompok tertentu saja.
pray for Surabaya ^-^b

supernova mengatakan...

Amin. Amin..
makasih makasih. :)

Anonim mengatakan...

Selalu selalu dan selalu yang perlu diperhatikan memang pemaksimalan angkutan umum perkotaan..
lanjutkan anak muda..!!

Dhini mengatakan...

Hurufnya byk bgt senpai..... >.<
kalo pulg ntar ceritain ke Dhini aja de.. :p

Posting Komentar